BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang masalah
Saat ini banyak sekali
Negara-negara yang melakukan politik dumping yaitu menjual barang keluar negeri
lebih murah daripada barang didalam negeri. Hal ini banyak dilakukan oleh
Negara-negara untuk merebut pasar diluar negeri dan mendapatkan untung yang
besar. Sebaliknya bagi Negara pengimpor, Praktek dumping merupakan praktek
dagang yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor, praktek dumping akan
menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam
negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya
jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis
kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis
dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak seperti pemutusan hubungan kerja
massal, penggangguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri.
Dengan kata lain hakikat dumping sebagai praktek curang.
1.2 Rumusan
masalah
1.2.1 “Tuduhan
Praktek Dumping yang dilakukan oleh Indonesia : Pada Sengketa Anti-Dumping Produk Kertas dengan
Korea Selatan”
1.
Indonesia menjual
produk kertasnya lebih murah ke Korea Selatan daripada negaranya sendiri
2. Indonesia
dikenai tuduhan dumping mencangkup 16 jenis produk
1.2.2 Praktek
Dumping yang dilakukan China terhadap Amerika
1. China menjual ban ke Amerika dengan
harga yang murah dibanding
harga pasaran di Amerika.
2. China menekan nilai tukar yuan dibawah
nilai sebenarnya.
BAB 2
ISI
2.1 Pengertian Dumping
Politik Dumping adalah Suatu kebijakan
yang dilakukan oleh Negara
atau perusahaan pengekspor kepada Negara
atau perusahaan importir, dengan
menjual harga barang lebih murah di Negara
importir daripada dinegaranya
sendiri.
2.2 Terdapat 5
tipe dumping dari tujuannya:
1. Market Expansion Dumping
Perusahaan pengekspor bisa meraih untung
dengan menetapkan “mark-up”
yang lebih rendah di pasar import karena
menghadapi elastisitas permintaan
yang lebih besar selama harga yang
ditawarkan rendah.
2. Cyclical Dumping
Motivasi dumping jenis ini muncul dari
adanya biaya marginal yang luar biasa
rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya
produksi yang menyertai kondisi
dari kelebihan kapasitas produksi yang
terpisah dari pembuatan produk terkait.
3. State Trading Dumping
Latar belakang dan motivasinya mungkin sama
dengan kategori dumping
lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi.
4. Strategic Dumping
Strategi yang dilakukan negara pengekspor
yang merugikan perusahaan
di negara pengimpor melalui strategis
keseluruhan, baik dengan cara
pemotongan harga ekspor maupun dengan
pembatasan masuknya produk
yang sama ke pasar negara pengekspor.
5. Predatory Dumping
Istilah predatory dumping dipakai pada
ekspor dengan harga rendah dengan
tujuan mendepak pesaing dari pasar, dalam
rangka memperoleh kekuatan
monopoli di pasar negara pengimpor. Akibat
terburuk dari dumping jenis ini
adalah matinya perusahan-perusahaan yang
memproduksi barang sejenis.
2.3 World Trade
Organization
Praktek
anti-dumping adalah salah satu isu penting dalam menjalankan perdagangan
internasional guna mewujudkan terciptanya fair trade. Mengenai hal ini telah
diatur dalam Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement atau Agreement on
the Implementation of Article VI of GATT 1994). Tarif yang mengikat (binding
tariff) dan pemberlakuannya secara sama kepada semua mitra dagang anggota WTO
merupakan kunci pokok kelancaran arus perdagangan
Peraturan – peraturan WTO memegang tegas prinsip – prinsip
tertentu tetapi tetap memperbolehkan adanya pengecualian. Tiga isu utama yang
ada didalamnya adalah :
- Tindakan untuk melawan dumping (menjual dengan harga yang lebih murah secara tidak adil),
- Subsidi dan tindakan – tindakan imbalan untuk menyeimbangkan subsidi (countervailing measures),
- Tindakan – tindakan darurat (emergency measures) untuk membatasi impor secara sementara demi mengamankan industri dalam negeri (safeguards).
WTO dalam menanggapi masalah
dumping memutuskan tindakan – tindakan yang boleh
dan tidak
boleh dilakukan
oleh negara
untuk mengatasi
dumping. Persetujuan ini dikenal
dengan Persetujuan
Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement) atau
Agreement on the Implementation of
Article VI of GATT 1994.
2.4 Cara
mengatasi politik dumping
Di Indonesia dibuat Undang-Undang Kepabeanan
(UU No. 10 Tahun 1995) dalam
pasal 18, 19 dan 20 untuk mengatur dumping. Dalam pasal 18
adanya Bea Masuk Antidumping yang dikenakan terhadap
barang impor.
Dalam pasal 19 mengatur besar kecilnya Bea Masuk yang dikenakan tersebut sebesar selisih antara
nilai normal dengan harga
ekspor dari
barang tersebut.
Sedangkan pasal 20 mengenai Ketentuan tentang persyaratan
dan tata
cara pengenaan
Bea Masuk. Dan bea masuk sendiri terbagi
atas 2, yaitu:
A. Bea Masuk
Anti Dumping
Bea Masuk Anti
dumping dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian bagi
industri dalam negeri. Besarnya Bea Masuk Antidumping adalah setinggi-tingginya
sama dengan margin dumping yaitu selisih antara nilai normal dengan harga
ekspor dari barang dumping. Nilai normal adalah harga yang sebenarnya dibayar
atau akan dibayar untuk barang sejenis di pasar domestik negera pengekspor
untuk tujuan konsumsi.
B. Bea masuk
Imbalan
Bea Masuk
Imbalan dikenakan terhadap barang yang mengandung subsidi yang menyebabkan
kerugian bagi industri dalam negeri Besarnya Bea Masuk Imbalan adalah
setinggi-tingginya sama dengan subsidi neto
Subsidi neto
adalah selisih antara subsidi dengan :
a. biaya
permohonan, tanggungan atau pungutan lain yang dikeluarkan untuk memperoleh
subsidi, dan/atau
b. pungutan yang
dikenakan pada saat ekspor untuk pengganti subsidi yang diberikan kepada barang
ekspor tersebut
Dalam hal
importasi barang yang bersangkutan dapat dikenakan Bea Masuk Antidumping dan
Bea Masuk Imbalan secara bersamaan, maka harus dikenakan salah satu yang
tertinggi.
2.5 Terdapat
komite yang bertugas untuk menangani politik dumping
2.5.1 Komite
anti Dumping
Untuk menangani masalah dumping
dan imbalan, pemerintah dalam hal ini Menteri Perindustrian dan Perdagangan
membentuk KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA (KADI) yang beranggotakan unsur
Deperindag, Depkeu dan departemen atau lembaga non departemen terkait lainnya.
2.5.2 Komite
tersebut bertugas :
1. Melakukan
penyelidikan terhadap Barang yang diduga sebagai barang
Dumping atau barang Subsidi
2. Mengumpulkan,
meneliti dan mengolah bukti dan informasi
3. Mengusulkan pengenaan
Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan
4. Melaksanakan
tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan
Perdagangan
5. Membuat
laporan pelaksanaan tugas.
Tahap pertama dari proses Anti
Dumping adalah penyelidikan oleh Komite Anti Dumping yang dilaksanakan oleh TIM
OPERASIONAL ANTI DUMPING (TOAD) atas barang impor yang diduga sebagai barang
Dumping dan/atau barang mengandung subsidi yang menyebabkan kerugian. Bagi
industri dalam negeri inisiatif untuk melakukan penyelidikan tersebut dapat
dilakukan atas inisiatif dari komite sendiri atau karena permohonan industri
dalam negeri.
Dalam hal adanya permohonan dari
industri dalam negeri, komite harus memberikan keputusan menolak atau menerima
dan memulai penyelidikan atas permohonan tersebut paling lama 30 hari sejak
diterimanya permohonan tersebut. Keputusan diambil berdasarkan penelitian atas
bukti yang diajukan dan dianggap memenuhi persyaratan.
Penyelidikan harus diakhiri dalam
waktu 12 bulan sejak keputusan dimulainya penyelidikan, namun dalam hal
tertentu dapat diperpanjang menjadi selama-lamanya 18 bulan.
Dalam hal terbukti adanya dumping,
komite menyampaikan besarnya marjin dumping dan/atau subsidi netto dan
mengusulkan pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan kepada
Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Menperindag memutuskan besarnya nilai
tertentu untuk pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan yang
besarnya sama dengan atau lebih kecil dari Marjin Dumping dan/atau Subsidi
Netto.
Atas dasar keutusan Menperindag
tersebut, Menteri Keuangan menetapkan besarnya Bea Masuk Antidumping atau Bea
Masuk Imbalan. Dalam hal tidak terbukti, komite menghentikan penyelidikan dan
melaporkan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
2.6 Persetujuan
Anti Dumping (Anti-Dumping Agreement) atau
Agreement on the
Implementation
of Article VI of GATT 1994.
Pasal VI GATT memberikan hak kepada pihak pengimpor untuk menerapkan
langkah-langkah anti-dumping, yaitu tindakan terhadap impor suatu produk dengan
harga ekspor di bawah "nilai normal" nya (biasanya harga produk di
pasar domestik dari ekspor negara) kalau impor dumping tersebut menyebabkan kerugian pada industri dinegara atau di wilayah pihak
pengimpor. Pasal VI GATT memberikan hak kepada pihak untuk melakukan langkah-langkah
anti-dumping.
2.7 Masalah
politik dumping
2.7.1 Tuduhan Praktek Dumping yang dilakukan oleh
Indonesia : Pada Sengketa Anti-Dumping
Produk Kertas dengan Korea Selatan”
Indonesia
sebagai negara yang melakukan perdagangan internasional dan juga anggota dari
WTO, pernah mengalami tuduhan praktek dumping pada produk kertas yang diekspor
ke Korea Selatan. Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea Selatan
mengajukan petisi anti-dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean
Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002. Perusahaan yang dikenakan
tuduhan dumping adalah PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT. Pindo Deli Pulp
& Mills, PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk dan April Pine Paper Trading Pte
Ltd.
Produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping
mencakup 16 jenis produk, tergolong dalam kelompok uncoated paper and paper board used for writing, printing, or other
graphic purpose serta carbon
paper, self copy paper and other copying atau transfer paper.
Indonesia
untuk pertama kalinya memperoleh manfaat dari mekanisme penyelesaian sengketa
atau Dispute Settlement Mechanism (DSM)
sebagai pihak penggugat utama (main
complainant) yang merasa dirugikan atas penerapan peraturan perdagangan
yang diterapkan oleh negara anggota WTO lain. Indonesia mengajukan keberatan
atas pemberlakuan kebijakan anti-dumping Korea ke DSM dalam kasus Anti-Dumping
untuk Korea-Certain Paper Products.
Perumusan
masalah:
1.
Indonesia menjual
produk kertasnya lebih murah ke Korea Selatan daripada negaranya sendiri
2. Indonesia
dikenai tuduhan dumping mencangkup 16 jenis produk
Pembahasannya
Indonesia
berhasil memenangkan sengketa anti-dumping ini. Investigasi anti-dumping juga
harus dihentikan jika fakta dilapangan membuktikan bahwa marjin dumping
dianggap tidak signifikan (dibawah 2% dari harga ekspor). Atau jika volume
impor dari suatu produk dumping sangat kecil atau volume impor kurang dari 3%
dari jumlah ekspor negara tersebut ke negara pengimpor. Tapi investigasi juga
akan tetap berlaku jika produk dumping impor dari beberapa negara pengekspor
secara bersamaan diperhitungkan berjumlah 7% atau lebih.
memang Indonesia melakukan Dumping, hanya saja Korsel bisa ditetapkan
bersalah karena tidak melakukan penelitian dan penghitungan seperti yang
ditetapkan dalam ketentuan WTO sehingga suatu negara bisa menetapkan Bea Masuk
Anti-dumping.
Pada mulanya harga
produk kertas Korsel tinggi dan juga produsen kertas korsel tidak dapat
memenuhi beberapa permintaan pasar. Pada saat itulah masuk produk kertas
Indonesia dengan harga yang lebih murah (termasuk jika dibandingkan dengan
harga di pasar Indonesia) dan juga dengan produk yang memiliki fungsi / nilai
substitusi atas produk kertas yang tidak dapat dipenuhi produsen kertas korsel,
hal ini disebut juga dengan “Like Product”. Karena hal inilah maka produk
kertas Indonesia lebih banyak diminati oleh pasar di Korsel, sedangkan kertas
produk Korsel sendiri menurun penjualannya. Itulah mengapa Korsel menetapkan
BMAD terhadap produk kertas yang masuk dari Indonesia, untuk melindungi produk
dalam negerinya.
Sayangnya Korsel tidak mengikuti ketentuan penetapan Anti-Dumping dalam WTO, untuk melakukan penyelidikan sebelum menetapkan bea anti dumping. Dalam keputusan WTO, Indonesia dimenangkan dalam keputusan panel.
Sayangnya Korsel tidak mengikuti ketentuan penetapan Anti-Dumping dalam WTO, untuk melakukan penyelidikan sebelum menetapkan bea anti dumping. Dalam keputusan WTO, Indonesia dimenangkan dalam keputusan panel.
2.7.2 Praktek
Dumping yang dilakukan China terhadap Amerika
Di
Amerika mengalami kenaikan tajam akan barang – barang impor. Terutama barang –
barang yang berasal dari China. Hal ini disebabkan China melakukan praktek
politik dumping terhadap pasar di Amerika. Terutama dalam barang impor berupa
ban yang berasal dari China. Ban yang berasal dari China ini, harganya di
pasaran relatif dibuat lebih murah di Amerika. Hal ini menyebabkan pengusaha –
pengusaha ban di Amerika mengalami kerugian karena ban yang mereka produksi
menjadi kurang laku di pasar. Hal ini menyebabkan Amerika melakukan tindakan
proteksionis untuk melindungi pengusaha – pengusaha ban yang ada di Negara-nya
sendiri. Kebijakan Amerika dengan menerapkan tarif impor lebih mahal untuk
produk barang - barang China. Hal ini dimulai dengan memberikan tarif tambahan
sebesar 35% terhadap ban-ban buatan China selama satu tahun. Kemudian ditambah
dengan tarif impor tambahan sebesar 30% dan 25% dalam dua tahun ke depan.
Amerika juga mencurigai China sengaja menekan nilai tukar Yuan di bawah nilai
yang sebenarnya agar harga ekspor Negara China menjadi murah.
Penyelesaian
Kebijakan
Politik Dumping yang dilakukan China terhadap Amerika sangat merugikan
pengusaha ban di Amerika. Jika ini berlanjut akan dapat merusak hubungan antar
kedua Negara. Oleh karena itu, China sudah seharusnya menghentikan kebijakan
yang dilakukannya tersebut. tersebut.
Karena, Amerika juga telah melakukan kebijakan anti dumping, untuk menutup
kerugian yang ditimbulkan, sehingga praktek yang dilakukan China tidak akan
mendapat untung.
BAB
3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan dari hasil
pembahasan dan analisa tersebut di atas maka praktik dumping merupakan bagian
dari tanggung jawab Hukum Perdagangan Internasional di bawah kendali WTO.
Sanksi yang diberikan apabila terbukti melakukan praktik dumping dikenakan
sanksi berupa BMAD, apabila pihak yang dikenai sanksi keberatan terhadap BMAD
maka dapat mengajukan keberatan ke panel WTO melalui Komisi Antidumping di DSB
(Dispute Settlement Body). Sementara menjual harga di bawah harga pasar seperti
yang dilakukan Negara tersebut dalam kacamata hukum persaingan akan menghambat
adanya persaingan sehat. Praktik dumping dalam jangka pendek menguntungkan
konsumen namun pada jangka panjang akan merugikan industri pesaing yang
memiliki industri barang yang sejenis. Jadi, jika terdapat Negara yang
melakukan dumping maka harus segera ditindak dengan memberi sanksi, sehingga
Negara-negara lain tidak akan berani mengikuti seperti yang telah dilakukan
Negara yang melakukan kebijakan itu.
3.2 Saran
Lembaga yang berfungsi untuk
mengurus masalah-masalah dumping ini, harus lebih ketat lagi melakukan
pengawasan kepada barang-barang dari luar negeri yang masuk, jika terdapat
Negara atau perusahaan yang melakukan dumping maka harus langsung diberi sanksi
berupa BMAD atau BMI kepada Negara atau perusahaan itu, supaya tidak membuat
perusahaan dalam negeri rugi.